Sebuah Cerita yang Belum Berakhir Sampai Saat Ini.
Karyaku
Perjalanan Panjang
Namaku Gilang, Muhammad Gilang Dwi Putra. umurku baru
15 tahun. Dalam tulisanku ini aku ingin menceritakan kisah hidupku, mulai dari
kesedihan luka, hingga suka cita.
Aku anak ke 2 dari 2 bersaudara, rumahku hanya terbuat
dari seberkas keringat yang di curahkan oleh ayahku. Walaupun sederhana, tapi
aku bersyukur dengan itu. Kakaku sekarang berumur 25 tahun, dan dia sudah
menggendong seorang anak yang bernafas sejak 2 bulan lalu. Suaminya yang begitu
sabar mewarnai kehidupan mereka. Sementara di rumahku terdapat 3 kepala
keluarga, nenekku, ayahku dan kakakku. Sehingga saat kami semua berkumpul, seperti
di pasar, ramai dengan celotehan-celotehan. Tak ketinggalan pula kucing kami
yang selalu hadir juga dalam acara kami itu. Sepertinya di lihat sekilas,
keluargaku begitu harmonis dan tentram, tapi sebenarnya sama sekali salah. Kami
sering sekali mendapat masalah yang begitu membuat kami renggang.
Masalah kami begitu banyak, salah satunya adalah
masalah yang sampai saat ini kami tidak bisa menyelesaikannya, yaitu tentang
ayahku. Semua berawal dari sebuah perkenalan dia dengan seorang perempuan yang
tidak layak untuk di bicarakan. Dia hadir dalam kehidupan ayah sebelum ayah
kenal dengan ibu. Mereka kenal di sebuah lembaga pendidikan tingkat menengah,
setelah lulus mereka tidak saling ketemu, lalu di sebuah waktu, ada seorang
wanita yang hadir dalam kehidupan ayahku, wanita baik, berhati lembut dan
penyayang, dialah ibuku. Setelah mereka saling kenal dan membuat suatu ikatan,
mereka bahagia. Apalagi dengan hadirnya seorang anak perempuan cantik yang ku
panggil kakak. Tapi saat kakak masih dalam kandungan, perempuan kenalan ayah
dulu hadir dalam kehidupan mereka. Dan sejak saat itu, masalah demi masalah
sering muncul dalam khidupan kami. Ibu sering beradu mulut dengan ayah, karena
tingkah laku ayah yang sudah salah. Saat kecil aku tak tau apa-apa mengenai
itu, tapi saat aku kelas 4 sekolah dasar, aku mulai mengetahui masalah-masalah
yang ada di dalam keluargaku ini.
Setiap hari aku selalu di ajak ke rumah perempuan itu,
makan disana, minum sampai tiduran disana, tapi aku tak tau rumah siapa itu,
dan dengan polosnya aku menanyakan itu kepada ibuku, spontan ibu langsung sedih
dan lagi-lagi harus meluapkan emosinya. Aku tak mengerti, apa yang sebenarnya
terjadi. Setalah aku mendengarkan penuturan dari ibu, aku tau akhirnya apa yang
sebenarnya terjadi.
Setiap hari aku selalu mendengar mereka bertengkar, dan
pada suatu hari aku bertemu dengan seseorang yang tak aku kenal, dia bertemu
aku di jalan, dan dia langsung berkata padaku bahwa aku harus menjaga
keluargaku. Dia hanya berkata “jaga keluargamu, jadilah tebeng dan matahari
dalam keluargamu”, aku tak mengerti apa yang dikatakan orang itu, karena tentu
saja aku masih kelas 4 sekolah dasar. Tapi setelah aku resapi kata-kata itu,
akhirnya aku mengerti apa yang dikatakan orang itu. Aku harus jadi tebeng,
yaitu pelindung keluargaku dari segala gangguan, dan jadi matahari, yaitu sebagai
pencerah dari keluargaku. Tapi aku tak mengerti, kenapa harus aku yang di
tunjuk, padahal masih ada kakak aku yang sudah dewasa jauh melebihi aku.
Akhirnya mau atau gak, aku jalani itu, dengan umurku yang masih kecil, aku
berusaha untuk melewati itu semua, jadi setiap ayah melakukan hal yang buruk,
aku selalu menutupi dengan bilang sama ibu bahwa ayah sudah berubah, dengan
begitu mereka tidak akan bertengkar. Usahaku berbuah lumayan lah buat
keluargaku, mereka sudah jarang bertengkar. Tapi aku tak tau dosa atau tidak
aku berbohong seperti itu.
Setiap kali aku bilang kepada
ibuku, bahwa ayah sudah berubah, aku tak tahan menahan air mata sedihku. Ibu
aku terlihat bahagia, tapi aku tak sanggup jika melihat ibu jika tau keadaan
sebenarnya. Semua itu aku lakukan, dan tak terasa hingga kelas 6. Dan disaat
kelas 6 itu, semua usahaku mulai hancur.
Saat itu ayah aku sedang melakukan kesalahan yang sama,
dan ada orang yang tau tentang itu, dan langsung bilang kepada ibu aku, dan
semua usahaku hancur. Mereka bertengkar lagi. Semua yang aku khawatirkan
terjadi. Ibu dan ayah bertengkar hebat, padahal saat itu aku akan menghadapi
ujian nasional. Yang aku khawatirkan adalah semua itu akan merusak nilaiku.
Setiap hari aku selalu berfikir, bagaimana cara menyelesaikan masalah ini,
hingga saat itu tubuh besar aku berubah menjadi kurus seperti tak berotot. Aku
tak tau apa yang aku pikirkan, tapi semua berubah begitu saja. Hingga saat
ujian pun datang. Saat itu aku tak bisa berfikir apa-apa dengan keadaan
keluarga sepert itu. Semua usahaku sudah hancur, ibu tak percaya lagi
kata-kataku, sementara ayah kabur entah kemana.
Saat itu bagiku ujian tak penting, aku rela tak lulus
asalkan aku bisa mengembalikan keluargaku seperti dulu. Kakak aku hanya bisa
menangis, walaupun juga membantu, tapi tak kunjung juga reda. Masalah itu
bertambah lagi dengan datangnya sebuah masalah baru yang bagiku sangat besar
pengaruhnya bagi kehidupan keluargaku sampai sekarang ini. Ayahku kehilangan
pekerjaannya karena perempuan iblis itu, dia yang membuat ayah kehilangan
pekerjaannya. Tak cukup itu, saat pengumuman ujian, apa yang aku khawatirkan
terjadi, nilaiku jatuh. Jauh berbeda dengan saat Try out sebelum ujian itu.
Semua itu aku rasakan begitu dalam, di usiaku seperti
itu aku harus merasakan apa yang di rasakan orang yang jauh lebih dewasa dari
aku. Semua pikiran itu membuat aku stress, setiap hari begitu sulit di lalui
dengan sebuah senyum. Hingga saat kelulusan aku tak menyangka bisa lulus, walau
dengan nilai pas-pasan aku coba melanjutkan ke jenjang lebih tinggi lagi. Tapi
saat itu keluargaku masih dalam masalah. Aku tak tau apakah ayah masih sanggup
menyekolahkan aku hingga setinggi-tingginya. Saat aku mulai putus asa, ternyata
ada seorang perempuan yang mau menolong sekolahku, dialah bibi aku. Dia sanggup
menyekolahkan aku ke tingkat menengah pertama. Aku pun mau dan melanjutkan
sekolahku. Sementara itu ayahku yang membayar setiap bulan dan memberiku uang
buat jajan setiap harinya. Saat di sekolah itu aku mulai bahagia, karena
keluarga aku mulai membaik. Hingga aku menginjakkan kakiku di kelas 8, semua
itu terulang kembali. Masalah yang lalu terulang kembali, aku tak tau mengapa,
dan kembali aku berusaha menutupi masalah itu dari ibu dan keluarga aku. Tapi
lagi-lagi usahaku gagal, dan terjadilah pertengkaran itu lagi.
Semua itu aku lalui dengan mencoba untuk tetap tabah,
sabar dalam menghadapinya. Hingga saat aku sudah duduk di bangku teratas dari
sekolah itu, aku mulai mencoba konsentrasi dengan ujian nasional, dengan
harapan kejadian yang lalu tak terulang kembali. Walau dengan keluarga yang
masih sering tidak harmonis itu. Dan saat mulai ujian ternyata semua itu
kembali lagi, seolah-olah aku di kejar-kejar oleh masalah itu. “Apa yang harus
aku lakukan”, itu lah yang selalu aku pikirkan. Aku tak mau nilaiku hancur
lagi.
Saat
itu ada salah satu keluarga yang melihat ayahku sedang bersama perempuan iblis
itu, lalu sontak dia bilang kepada ibu aku, jadi aku sudah tidak bisa lagi
menutupi masalah itu. Dan mereka pun bertengkar lagi, dan kali ini lebih besar
lagi. Hingga ayah memutuskan untuk keluar dari rumah dan entah kemana perginya.
Aku pun tak bisa berbuat apa-apa, dan setiappulang sekolah aku selalu
merenungi masalah itu untuk mencari cara menyatukan semua keluargaku ini.
Akhirnya aku mencoba menghubungi ayah aku, aku mencoba
bicara secara baik-baik kepada dia, tapi dia malah marah kepadaku. Dengan
kesabaran yang sudah terkuras akhirnya aku pun juga marah kepada dia. Kami pun
bertengkar juga saat itu. Dan pada suatu hari setelah hari itu, ayah
menghubungi aku dan minta maaf kepadaku. Tapi aku tolak sebelum dia mendapat
maaf dari ibu aku dan semua keluargaku. Lalu dia datang ke rumah dan
membicarakannya baik-baik kepada semua anggota keluargaku.
Dan setelah saat itu, keluargaku sudah mulai membaik.
Walaupun hingga saat ini terkadang masih saja ada masalah, tapi tak seburuk
lalu.
Saat aku mulai ujian, pikiranku sudah mulai agak
jernih. Dan akhirnya aku lulus dengan nilai yang cukup memuaskan keluargaku dan
tentu saja cukup memuaskan untukku.
Tapi saat aku mulai akan mendaftarkan diri ke jenjang
selanjutnya, ada sebuah masalah lagi, yaitu akibat dari masalah sebalumnya.
Saat itu aku bicara kepada ayahku, apa aku bisa melanjutkan sekolahku atau
tidak. Lalu ayahku menjawab “pasti bisa nak”, aku pun lega mendengar itu,
walaupun aku tak tau bagaimana cara ayahku mendapat penghasilan dengan
pekerjaan yang tak menentu itu.
Suatu hari saat kami sekeluarga sedang bersama, aku
bertanya lagi kepada ayahku bagaimana nasib sekolahku nanti. Dan lagi-lagi dia
menjawab “pasti bisa nak”, aku pun terdiam mendengar itu. Satu minggu sebelum
pendaftaran aku mendapat kabar bahwa ayahku belum juga mendapat biaya untuk
aku, dan lagi-lagi bibi aku mau menyekolahkan aku, tapi dengan syarat aku harus
setiap hari membelajari adik keponakan aku yang masih kelas dasar.
Tak ada pilihan lagi, aku kasihan melihat ayahku yang
setiap hari membanting tulang entah kemana saja dia untuk mendapatkan semua
yang halal untuk keluargaku. Akhirnya aku pun menyetujui penawaran bibi aku
itu. Aku di sekolahkan dan aku juga seperti bekerja di keluargaku sendiri.
Setiap pulang sekolah aku langsung pulang ke rumah nenekku dan langsung menjadi
guru les adik aku sendiri. Dengan upah setiap bulannya sebanyak uang SPP aku,
aku jalani itu dengan mencoba tetap ikhlas. Dengan tujuan aku ingin sekolah
dengan mandiri. Jadi setiap bulan, aku membayar SPPku dengan hasil jiri payahku
selama jadi guru les untuk adik aku itu.
Sebenarnya aku tak sanggup dengan itu, karena
bagaimanapun juga aku mempunyai hak untuk bebas dalam menentukan hidupku. Tapi
aku juga sadar bahwa memang harus seperti ini keadaannya. Terkadang saat aku
dapat upah lebih, sisanya juga aku kasihkan ke ibu aku. Ya lumayan lah untuk
meringankan beban kedua orang tua.
Dan sampai saat ini aku masih meneruskan perjuanganku
itu, untuk selalu membuat keluarga tetap bahagia walau terkadang ada saja
masalah yang datang. Semoga akan tetap selalu bahagia, karena itulah yang
selalu aku inginkan.
Dan aku percaya, bahwa Tuhan maha adil dan bijaksana,
tak akan ada cobaan yang melewati batas kemampuan manusia. Dan jika sekarang
kesedihan, maka aku percaya Tuhan sudah menyiapkan senyuman yang terbaik untuk
aku dan semua keluargaku. Amin..
Created by M.D.M
24-25
Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar