Iklan

Senin, 23 Maret 2015

Sebuah Cerita yang Belum Berakhir Sampai Saat Ini.
Karyaku
Perjalanan Panjang

              Namaku Gilang, Muhammad Gilang Dwi Putra. umurku baru 15 tahun. Dalam tulisanku ini aku ingin menceritakan kisah hidupku, mulai dari kesedihan luka, hingga suka cita.
              Aku anak ke 2 dari 2 bersaudara, rumahku hanya terbuat dari seberkas keringat yang di curahkan oleh ayahku. Walaupun sederhana, tapi aku bersyukur dengan itu. Kakaku sekarang berumur 25 tahun, dan dia sudah menggendong seorang anak yang bernafas sejak 2 bulan lalu. Suaminya yang begitu sabar mewarnai kehidupan mereka. Sementara di rumahku terdapat 3 kepala keluarga, nenekku, ayahku dan kakakku. Sehingga saat kami semua berkumpul, seperti di pasar, ramai dengan celotehan-celotehan. Tak ketinggalan pula kucing kami yang selalu hadir juga dalam acara kami itu. Sepertinya di lihat sekilas, keluargaku begitu harmonis dan tentram, tapi sebenarnya sama sekali salah. Kami sering sekali mendapat masalah yang begitu membuat kami renggang.
              Masalah kami begitu banyak, salah satunya adalah masalah yang sampai saat ini kami tidak bisa menyelesaikannya, yaitu tentang ayahku. Semua berawal dari sebuah perkenalan dia dengan seorang perempuan yang tidak layak untuk di bicarakan. Dia hadir dalam kehidupan ayah sebelum ayah kenal dengan ibu. Mereka kenal di sebuah lembaga pendidikan tingkat menengah, setelah lulus mereka tidak saling ketemu, lalu di sebuah waktu, ada seorang wanita yang hadir dalam kehidupan ayahku, wanita baik, berhati lembut dan penyayang, dialah ibuku. Setelah mereka saling kenal dan membuat suatu ikatan, mereka bahagia. Apalagi dengan hadirnya seorang anak perempuan cantik yang ku panggil kakak. Tapi saat kakak masih dalam kandungan, perempuan kenalan ayah dulu hadir dalam kehidupan mereka. Dan sejak saat itu, masalah demi masalah sering muncul dalam khidupan kami. Ibu sering beradu mulut dengan ayah, karena tingkah laku ayah yang sudah salah. Saat kecil aku tak tau apa-apa mengenai itu, tapi saat aku kelas 4 sekolah dasar, aku mulai mengetahui masalah-masalah yang ada di dalam keluargaku ini.
              Setiap hari aku selalu di ajak ke rumah perempuan itu, makan disana, minum sampai tiduran disana, tapi aku tak tau rumah siapa itu, dan dengan polosnya aku menanyakan itu kepada ibuku, spontan ibu langsung sedih dan lagi-lagi harus meluapkan emosinya. Aku tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi. Setalah aku mendengarkan penuturan dari ibu, aku tau akhirnya apa yang sebenarnya terjadi.

              Setiap hari aku selalu mendengar mereka bertengkar, dan pada suatu hari aku bertemu dengan seseorang yang tak aku kenal, dia bertemu aku di jalan, dan dia langsung berkata padaku bahwa aku harus menjaga keluargaku. Dia hanya berkata “jaga keluargamu, jadilah tebeng dan matahari dalam keluargamu”, aku tak mengerti apa yang dikatakan orang itu, karena tentu saja aku masih kelas 4 sekolah dasar. Tapi setelah aku resapi kata-kata itu, akhirnya aku mengerti apa yang dikatakan orang itu. Aku harus jadi tebeng, yaitu pelindung keluargaku dari segala gangguan, dan jadi matahari, yaitu sebagai pencerah dari keluargaku. Tapi aku tak mengerti, kenapa harus aku yang di tunjuk, padahal masih ada kakak aku yang sudah dewasa jauh melebihi aku. Akhirnya mau atau gak, aku jalani itu, dengan umurku yang masih kecil, aku berusaha untuk melewati itu semua, jadi setiap ayah melakukan hal yang buruk, aku selalu menutupi dengan bilang sama ibu bahwa ayah sudah berubah, dengan begitu mereka tidak akan bertengkar. Usahaku berbuah lumayan lah buat keluargaku, mereka sudah jarang bertengkar. Tapi aku tak tau dosa atau tidak aku berbohong seperti itu.
Setiap kali aku bilang kepada ibuku, bahwa ayah sudah berubah, aku tak tahan menahan air mata sedihku. Ibu aku terlihat bahagia, tapi aku tak sanggup jika melihat ibu jika tau keadaan sebenarnya. Semua itu aku lakukan, dan tak terasa hingga kelas 6. Dan disaat kelas 6 itu, semua usahaku mulai hancur.
              Saat itu ayah aku sedang melakukan kesalahan yang sama, dan ada orang yang tau tentang itu, dan langsung bilang kepada ibu aku, dan semua usahaku hancur. Mereka bertengkar lagi. Semua yang aku khawatirkan terjadi. Ibu dan ayah bertengkar hebat, padahal saat itu aku akan menghadapi ujian nasional. Yang aku khawatirkan adalah semua itu akan merusak nilaiku. Setiap hari aku selalu berfikir, bagaimana cara menyelesaikan masalah ini, hingga saat itu tubuh besar aku berubah menjadi kurus seperti tak berotot. Aku tak tau apa yang aku pikirkan, tapi semua berubah begitu saja. Hingga saat ujian pun datang. Saat itu aku tak bisa berfikir apa-apa dengan keadaan keluarga sepert itu. Semua usahaku sudah hancur, ibu tak percaya lagi kata-kataku, sementara ayah kabur entah kemana.
              Saat itu bagiku ujian tak penting, aku rela tak lulus asalkan aku bisa mengembalikan keluargaku seperti dulu. Kakak aku hanya bisa menangis, walaupun juga membantu, tapi tak kunjung juga reda. Masalah itu bertambah lagi dengan datangnya sebuah masalah baru yang bagiku sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan keluargaku sampai sekarang ini. Ayahku kehilangan pekerjaannya karena perempuan iblis itu, dia yang membuat ayah kehilangan pekerjaannya. Tak cukup itu, saat pengumuman ujian, apa yang aku khawatirkan terjadi, nilaiku jatuh. Jauh berbeda dengan saat Try out sebelum ujian itu.
              Semua itu aku rasakan begitu dalam, di usiaku seperti itu aku harus merasakan apa yang di rasakan orang yang jauh lebih dewasa dari aku. Semua pikiran itu membuat aku stress, setiap hari begitu sulit di lalui dengan sebuah senyum. Hingga saat kelulusan aku tak menyangka bisa lulus, walau dengan nilai pas-pasan aku coba melanjutkan ke jenjang lebih tinggi lagi. Tapi saat itu keluargaku masih dalam masalah. Aku tak tau apakah ayah masih sanggup menyekolahkan aku hingga setinggi-tingginya. Saat aku mulai putus asa, ternyata ada seorang perempuan yang mau menolong sekolahku, dialah bibi aku. Dia sanggup menyekolahkan aku ke tingkat menengah pertama. Aku pun mau dan melanjutkan sekolahku. Sementara itu ayahku yang membayar setiap bulan dan memberiku uang buat jajan setiap harinya. Saat di sekolah itu aku mulai bahagia, karena keluarga aku mulai membaik. Hingga aku menginjakkan kakiku di kelas 8, semua itu terulang kembali. Masalah yang lalu terulang kembali, aku tak tau mengapa, dan kembali aku berusaha menutupi masalah itu dari ibu dan keluarga aku. Tapi lagi-lagi usahaku gagal, dan terjadilah pertengkaran itu lagi.
              Semua itu aku lalui dengan mencoba untuk tetap tabah, sabar dalam menghadapinya. Hingga saat aku sudah duduk di bangku teratas dari sekolah itu, aku mulai mencoba konsentrasi dengan ujian nasional, dengan harapan kejadian yang lalu tak terulang kembali. Walau dengan keluarga yang masih sering tidak harmonis itu. Dan saat mulai ujian ternyata semua itu kembali lagi, seolah-olah aku di kejar-kejar oleh masalah itu. “Apa yang harus aku lakukan”, itu lah yang selalu aku pikirkan. Aku tak mau nilaiku hancur lagi.
                        Saat itu ada salah satu keluarga yang melihat ayahku sedang bersama perempuan iblis itu, lalu sontak dia bilang kepada ibu aku, jadi aku sudah tidak bisa lagi menutupi masalah itu. Dan mereka pun bertengkar lagi, dan kali ini lebih besar lagi. Hingga ayah memutuskan untuk keluar dari rumah dan entah kemana perginya. Aku pun tak bisa berbuat apa-apa, dan setiappulang sekolah aku selalu merenungi masalah itu untuk mencari cara menyatukan semua keluargaku ini.
              Akhirnya aku mencoba menghubungi ayah aku, aku mencoba bicara secara baik-baik kepada dia, tapi dia malah marah kepadaku. Dengan kesabaran yang sudah terkuras akhirnya aku pun juga marah kepada dia. Kami pun bertengkar juga saat itu. Dan pada suatu hari setelah hari itu, ayah menghubungi aku dan minta maaf kepadaku. Tapi aku tolak sebelum dia mendapat maaf dari ibu aku dan semua keluargaku. Lalu dia datang ke rumah dan membicarakannya baik-baik kepada semua anggota keluargaku.
              Dan setelah saat itu, keluargaku sudah mulai membaik. Walaupun hingga saat ini terkadang masih saja ada masalah, tapi tak seburuk lalu.
              Saat aku mulai ujian, pikiranku sudah mulai agak jernih. Dan akhirnya aku lulus dengan nilai yang cukup memuaskan keluargaku dan tentu saja cukup memuaskan untukku.
              Tapi saat aku mulai akan mendaftarkan diri ke jenjang selanjutnya, ada sebuah masalah lagi, yaitu akibat dari masalah sebalumnya. Saat itu aku bicara kepada ayahku, apa aku bisa melanjutkan sekolahku atau tidak. Lalu ayahku menjawab “pasti bisa nak”, aku pun lega mendengar itu, walaupun aku tak tau bagaimana cara ayahku mendapat penghasilan dengan pekerjaan yang tak menentu itu.
              Suatu hari saat kami sekeluarga sedang bersama, aku bertanya lagi kepada ayahku bagaimana nasib sekolahku nanti. Dan lagi-lagi dia menjawab “pasti bisa nak”, aku pun terdiam mendengar itu. Satu minggu sebelum pendaftaran aku mendapat kabar bahwa ayahku belum juga mendapat biaya untuk aku, dan lagi-lagi bibi aku mau menyekolahkan aku, tapi dengan syarat aku harus setiap hari membelajari adik keponakan aku yang masih kelas dasar.
              Tak ada pilihan lagi, aku kasihan melihat ayahku yang setiap hari membanting tulang entah kemana saja dia untuk mendapatkan semua yang halal untuk keluargaku. Akhirnya aku pun menyetujui penawaran bibi aku itu. Aku di sekolahkan dan aku juga seperti bekerja di keluargaku sendiri. Setiap pulang sekolah aku langsung pulang ke rumah nenekku dan langsung menjadi guru les adik aku sendiri. Dengan upah setiap bulannya sebanyak uang SPP aku, aku jalani itu dengan mencoba tetap ikhlas. Dengan tujuan aku ingin sekolah dengan mandiri. Jadi setiap bulan, aku membayar SPPku dengan hasil jiri payahku selama jadi guru les untuk adik aku itu.
              Sebenarnya aku tak sanggup dengan itu, karena bagaimanapun juga aku mempunyai hak untuk bebas dalam menentukan hidupku. Tapi aku juga sadar bahwa memang harus seperti ini keadaannya. Terkadang saat aku dapat upah lebih, sisanya juga aku kasihkan ke ibu aku. Ya lumayan lah untuk meringankan beban kedua orang tua.
              Dan sampai saat ini aku masih meneruskan perjuanganku itu, untuk selalu membuat keluarga tetap bahagia walau terkadang ada saja masalah yang datang. Semoga akan tetap selalu bahagia, karena itulah yang selalu aku inginkan.
              Dan aku percaya, bahwa Tuhan maha adil dan bijaksana, tak akan ada cobaan yang melewati batas kemampuan manusia. Dan jika sekarang kesedihan, maka aku percaya Tuhan sudah menyiapkan senyuman yang terbaik untuk aku dan semua keluargaku. Amin..


                                                                                                                          Created by M.D.M
                                                                                                                          24-25 Desember 2011